SPIRITUALITAS VS RELIGIUSITAS

Dari judul blog ini, terlihat seperti saya sedang membandingkan dua kata benda yang memiliki arti dan pengertian yang sama, namun nyatanya berbeda, sangat berbeda bahkan. Spiritualitas dan religiusitas, dua aspek hakiki mental dan keyakinan manusia yang paling dasar, yang menurut sebagian besar orang merupakan tujuan eksistensi manusia di dunia. Walaupun tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan akal sehat dan logika, sebagian besar manusia mencari, memperjuangkan, dan bahkan berusaha sekeras mungkin untuk mendapatkan kedua hal tersebut, spiritualitas dan religiusitas. Tetapi tidak sedikit orang juga yang sebenarnya tidak mengerti kedua aspek ini, dan akhirnya menjalani usaha yang sia-sia. Oleh karena itu, saya hendak menulis blog ini, sebuah pendapat sangat personal tentang spiritualitas dan religiusitas, hal yang kemudian menjadi salah satu dasar saya menjalani hidup.. Ingat, sekali lagi, semua yang saya tuliskan di sini bersifat personal dan merupakan pendapat saya pribadi.

Kita mulai dengan religiusitas..

Religiusitas tentu berasal dari kata religion (dalam bahasa Inggris), atau Agama dalam bahasa Indonesia.. Agama berasal dari dua suku kata, A-gama, “A” yang berarti tidak, dan gamma yang berarti kekacauan. Jadi secara harfiah kita dapat mendefinisikan agama sebagai dasar-dasar kehidupan yang membuat hidup kita lebih teratur, tidak kacau. Nah, religiusitas menjadi semacam tolak ukur (menurut saya pribadi) bagaimana seseorang mencapai tingkatan atau kedalaman tertentu dalam menjalani dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
Sebagai contoh, seseorang yang rajin ke gereja, rajin beramal, rajin berdoa, tentu saja mendapatkan predikat dari masyarakat sebagai seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi, karena terlihat ada usaha untuk menjalankan dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Sedangkan bagi mereka yang berlaku sebaliknya, akan mendapatkan predikat sebagai mereka yang memiliki tingkat religuisitas yang rendah.
Jadi, menurut gua pribadi, religusitas menjadi hanya semacam gambaran keterikatan seorang manusia dengan agama yang dianutnya..

Berbeda dengan Spiritualitas..

Spiritualitas adalah usaha untuk mencapai tingkat mental atau metafisika tertentu, dimana pada kondisi tersebut, manusia berusaha dengan keras untuk MENYATU dengan Tuhannya, MENYATU dengan ALAM SEMESTA, dan MENYATU dengan Energi di sekitarnya..
Tentu saja berbeda dengan religiusitas yang menurut saya sangat dangkal sifatnya. Spritualitas lebih diarahkan pada usaha mencapai kedamaian pribadi melalui pemikiran-pemikiran dan pemahaman pribadi yang semuanya bertujuan akhir meng-unifikasi-kan diri dengan TUHAN, atau Alam Semesta, atau Energi..
Sebagai contoh, seseorang yang bertapa dengan tenang, menahan lapar dan haus, di padang pasir yang gersang. Di dalam ketenangan dan kerja keras ini, ia akan berusaha untuk memahami dan memikirkan apa yang sebenarnya alam ingin katakan kepadanya, mungkin melalui desiran angin atau badai pasir misalnya. Atau mungkin ia merasa dengan bertapa di sana, semua energi besar yang terbentuk di padang pasir bisa membuatnya mencapai kedamaian dan kualitas kehidupan yang lebih baik, dan yang lainnya.

Singkat kata, spritualitas itu semacam usaha untuk memperbaiki dan memperkuat kualitas diri melalui pemahaman-pemahaman spiritual tentang segala sesuatunya..

Dan aspek inilah yang sedang berusaha gua raih..
Dan karena pemikiran ini jugalah, kemudian gua memutuskan untuk tidak beragama, bahwa memiliki agama itu sama sekali tidak penting, tidak ada kaitannya dengan keselamatan, tidak ada kaitannya dengan hidup abadi, dan sama sekali tidak ada kaitannya apakah anda akan disayang oleh Tuhan yang anda sembah atau tidak karena hal tersebut..

Mengapa demikian ? Akan gua jelaskan pandangan hidup gua soal hal ini :

1. Orang yang beragama lebih cenderung untuk mengembangkan aspek religiusitasnya yang hampa, tanpa ada usaha untuk mencapai tingkat spiritualitas tertentu.

Anda bisa lihat di kehidupan nyata, berapa banyak orang yang setiap harinya berdoa dan pergi ke tempat ibadah agamanya, namun sama sekali tidak menunjukkan perilaku seolah ia adalah orang yang beragama, ia mengumpat, sumpah serapah, menghina, mencemooh, menfitnah dll.. Singkatnya, karena orang yang beragama sangat terikat pada suatu ritual tertentu untuk menyanjung Tuhan, ia mengembangkan religiusitas tanpa spiritualitas. Dan saya yakin hanya sedikit orang saja yang tiap kali selesai melakukan ritual keagamaannya, ia merasa sedikit lebih dekat dengan Tuhan.
Bandingkan misalnya dengan mereka yang berusaha mengejar tingkat spiritulitas, dengan tidak terikat pada ritual keagamaan tertentu. Mereka dapat mengembangkan semacam cara-cara, teknik-teknik, pandangan hidup tertentu, atau bahkan pemikiran-pemikiran tidak logis, yang dapat dibentuk dengan bebas, menyesuaikan diri dengan pribadi masing-masing, membuat yang melakukannya lebih nyaman, senang, bebas, bahagia, mencari kedamaian batinnya sendiri, atau bahkan menemukan Tuhan dengan caranya sendiri.
Apakah anda dapat menghakimi bahwa mereka yang tidak beragama, namun berusaha dekat dengan Tuhan dengan caranya sendiri adalah orang yang sesat ??!!! Saya pernah berdiskusi hal ini dengan salah satu teman Kristen fanatik saya. Saya bertanya demikian, “Tuhan akan lebih sayang yang mana? Orang yang beragama, kaya,sombong, dan tidak pernah berderma ? atau orang yang tidak beragama, miskin, rendah hati, dan berderma ?” Ia jawab, “Tentu, orang yang miskin, tidak beragama, tetapi berderma yang akan lebih disayang oleh Tuhan”.. Kemudian saya bertanya kembali, “Lalu kemudian seberapa penting agama kemudian di mata Tuhan?”.. Dijawab kembali olehnya, “Agama itu semacam kendi penampung, dan anggap kebaikan itu seperti air, apa jadinya air yang terus mengalir tanpa ada kendi penampungnya?”.. Saya hanya bisa tertawa mendengar jawaban tersebut, dan tidak lagi melanjutkan perbincangan tersebut.. Saya merasa jawabannya tidak masuk akal, terlihat ia begitu memperjuangkan aspek religuisitasnya tanpa berusaha memandang nya dari sudut yang lain.. Jika saya, saya akan memberikan perumpamaan seperti ini,

“Umpamakan air yang mengalir tersebut adalah kebaikan, dan tanpa ada kendi penampung, air akan terus tumpah di tanah, menghidupi tunas-tunas tumbuhan yang semakin lama akan berkembang, tanah akan menjadi gembur, tumbuhan akan semakin besar dan menyimpan air, kemudian mengalirkannya ke tanah yang letaknya lebih rendah, dan begitu seterusnya..”

Orang yang membuat sebuah kendi penampung air, adalah mereka yang hidup untuk mengumpulkan kebaikan dengan pamrih, mereka ingin mendapatkan sesuatu, mereka ingin dapat menggunakan air yang tersimpan tersebut ketika kemarau tiba, mereka yang ingin mendapatkan hadiah dari tuan mereka karena melakukan tindakan pencegahan terlebih dahulu. Singkat kata, mereka yang mencari surga sebagai upah hidup.
Orang yang membiarkan airnya mengalir tanpa kendi penampung, akan membiarkan segala sesuatunya berjalan demi kehidupan orang lain di bawahnya, tidak tidak ingin imbalan, ia tidak ingin ada upah dari tuan tanah, ia juga tidak ingin memikirkan ketakutan akan kemarau. Singkat kata, mereka adalah yang berbuat baik karena memang itu yang membuat mereka lebih nyaman, mereka tidak memperjuangkan untuk masuk surga sebagai pamrih, dll, mereka hanya melakukan apa yang membuat mereka merasa lebih dekat dengan Tuhan..
POSISIKAN DIRIMU SEBAGAI TUHAN, DAN KAMU AKAN TAHU MANA YANG AKAN KAMU PILIH ?

2. Orang yang mengembangkan aspek spritual nya bebas mengadopsi nilai kebaikan di mana saja, menyatukannya, dan menjadikannya sebagai dasar kehidupan yang lebih baik untuk mencapai Tuhan dan menyatu dengan Alam.

Saya terkadang bingung sendiri memikirkan apa yang sebenarnya terjadi di dunia ini.. Ada banyak agama besar di dunia, dan masing-masing mengklaim dirinya sebagai agama yang paling benar. Mereka semua mendeklarasikan diri, menyembah Tuhan yang sama (tetapi dengan nama yang berbeda) tetapi mereka fanatik dengan isi kitab atau ritualnya? Saya yang akan melemparkan pertanyaan kepada yang membaca blog ini,

APA YANG SEBENARNYA ANDA CARI DALAM AGAMA ANDA ? KEBAIKAN DAN AJARANNYA ? ATAU RITUAL DAN ISI KITABNYA ? KEBENARAN UTAMA YANG DIKLAIMNYA ? ATAU NABI-NABINYA ? ATAU TUHANNYA YANG ANDA ANGGAP BERBEDA ? ATAU SEBUAH JALAN PINTAS BERTEMU PENCIPTA DI SURGA?

Ketika anda diberikan pertanyaan seperti ini, sebagian besar anda akan memikirkan terlebih dahulu, dengan sedikit proses psikologi di otak, anda akan memilih jawaban KARENA KEBAIKAN DAN AJARANNYA tentunya (karena jawaban tersebut yang memang paling konformis dibandingkan yang lain).. Sekarang pikirkan yang ini,

JIKA SAYA MEMANG MENCARI KEBAIKAN DAN AJARANNYA, BUKANKAH SEMUA AGAMA MENGAJARKAN INTISARI-INTISARI KEBAIKAN DARI SETIAP AJARANNYA ? MENGAPA SAYA TIDAK MENGAMBIL MASING-MASING DAN MENYATUKANNYA ?

Anda akan mulai bertanya-tanya lagi di dalam hati anda, dan apapun jawaban yang keluar dari pemikiran anda, sebagian besar dari anda akan menyebut saya gila.. Itulah yang berusaha saya pribadi lakukan. Setiap agama memiliki ajaran khasnya masing-masing, dan memang semuanya merupakan intisari kebaikan yang akan membuat dunia lebih baik.., misalnya saja anda dapat saja menggabungkan cinta kasih dari Kristen, welas asih dari Budha, dan kebijaksanaan dan kecerdasan berpikir dari Islam.. Bukankah mengintegrasikan semua nilai tersebut akan menjadikan pribadi anda lebih baik,jauh lebih baik malah, dibandingkan anda terikat pada satu agama saja? Lalu, kenapa kemudian semua orang harus merasa perlu berperang dan membunuh untuk membela agamanya?

CAPAILAH TINGKAT SPIRITUALITAS TERTENTU DENGAN MENGAMBIL AJARAN-AJARAN KEBAIKAN AGAMA-AGAMA, YANG MEMBUAT ANDA NYAMAN, YANG MEMBUAT ANDA SEMAKIN DEKAT DENGAN TUHAN YANG SATU.


3. Anda dapat mencapai tingkat spiritualitas tertentu, dengan memilih cara anda sendiri yang membuat anda nyaman, tanpa harus melalui agama..

Anda pernah mendengar tentang sebuah usaha memahami bagaimana energi dunia dan alam semesta bekerja, seperti LAW OF ATTRACTION atau MESTAKUNG (SEMESTA MENDUKUNG), semacam pandangan spiritual bahwa Alam Semesta akan berusaha mengabulkan dan memberikan apa yang anda minta dan pikirkan dengan sepenuh hati dan intens.. Misalnya, saya terus memikirkan dan meminta sebuah mobil porsche selama 5 tahun ini, dan terus yakin, maka semesta dan energinya akan mengabulkan permintaan anda ini.. Sekarang anda bandingkan dengan konsep DOA di dalam agama, tidak ada bedanya bukan ? Orang yang agamais akan melihat LAW OF ATTRACTION atau MESTAKUNG tidak ada bedanya dengan orang berdoa, mengharapkan sesuatu dan terus memikirkan nya tidak ubahnya meminta hal tersebut kepada Tuhan, dan yang mengabulkannya tentu adalah Tuhan. Tidak berbeda, misalnya mereka yang sangat percaya pada LAW OF ATTRACTION atau MESTAKUNG, tentu melihat doa yang dipanjatkan umat beragama, tidak ubahnya dengan meminta kepada alam semesta..

Yang menjadi intinya adalah, jika anda ingin mengembangkan tingkat spiritualitas yang tinggi, kedua hal tersebut tidak menjadi masalah.. Anda akan melihat bahwa inti MESTAKUNG dan Doa sebenarnya adalah sama, bahwa akan ada kekuatan diluar diri kita akan mengabulkan semua permintaan kita jika kita sungguh sungguh memintanya.. Anda lihat kan ? Jika yang anda usahakan adalah mencapai tingkat spiritualis tertentu, anda dapat menentukan dengan bebas cara dan pemikiran mana yang membuat anda lebih nyaman untuk menyatu dengan Alam dan energinya.. Bandingkan apabila anda seorang yang agamais, maka anda akan melelahkan diri anda untuk menolak apapun yang berhubungan dengan MESTAKUNG..

Saya pernah mengalami hal ini secara pribadi dengan salah satu teman saya juga.. Saya mengatakan saya percaya dengan Karma, sedangkan ia mengatakan ia lebih percaya pada kata-kata Yesus yang mengatakan “SIAPA YANG MENEBAR BENIH, IA YANG MENUAI”.. Saya hanya terpana.. Ketika saya meyakinkan dirinya bahwa kedua konsep tersebut sebenarnya sama, ia dengan mati-matian mengatakan tidak.. Saya menjadi tidak habis pikir bagaimana konsep agama sangat mengikatnya hingga ia tidak dapat melihat hal lain.

sekian dech, pemikiran gila gua tentang spiritualitas dan religiusitas.. Bagaimanapun gua pribadi sedang berusaha untuk mencapai tingkat spiritualitas tertentu, dengan sungguh bersikap masa bodoh dengan religiusitas.

Well, buat siapapun yang baca blog ini, saya sama sekali tidak menghimbau untuk menanggalkan agama anda ya.. Tetapi saya minta anda, jika beragama, untuk mengembangkan diri ke arah mencapai spiritualitas, bukan religiusitas (yang menurut saya pribadi sangat hampa rasanya).
Dengan berusaha mencapai tingkat spiritualitas juga, anda yang beragama akan lebih toleran terhadap perbedaan antar agama, karena anda akan memahami banyak hal yang selama ini anda tidak dapat pahami, mata anda akan terbuka pada kebaikan dan kedamaian, dan tentu saja penghormatan yang lebih besar dan pemahaman akan dunia yang lebih tinggi..

Sayangi Tuhan, seperti ia adalah Alam Semesta, seperti ia adalah Energi mu, seperti ia adalah Ibumu, seperti ia adalah dirimu sendiri…

Cao..


About this entry